SEMUA SUDAH SURATAN TAQDIR
Rizqi, ajal, untung, celaka dan segala hal yang terjadi di muka bumi ini telah Alloh tetapkan taqdirnya. Banyak orang yang begitu menggebu untuk mencari kekakayaan dan keberuntungan bahkan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh Agama padahal segalanya telah Alloh gariskan. Di sisi lain ada sebagian orang yang enggan untuk bekerja, dengan enteng seloroh yang biasa diucapkan adalah “ lah, kalau sudah taqdirnya mau gimana ? “. Pada edisi kali ini kami mengajak pembaca untuk mengkaji bagaimana penjelasan para ulama’ berkaitan dengan taqdir supaya kita tidak terjerumus dalam kesalahan dalam memahami taqdir
MACAM-MACAM
TAQDIR
Takdir
ada empat macam yang kesemuanya merupakan ilmu Alloh, dalam artian merupakan
rahasia Alloh yang tidak dapat diketahui oleh seorang pun. Empat macam taqdir
itu adalah :
1.
Taqdir azali ( taqdir
umum )
Taqdir jenis ini mencatat semua hal
yang akan terjadi di dunia ini. Alloh mencatatnya lima puluh ribu tahun sebelum
penciptaan langit dan bumi bersamaan dengan penciptaan pena. Hal ini
sebagaimana firman Alloh Ta’ala dan hadits Nabi sholallohu ‘alaihi wasalam :
“ tiada suatu bencanapun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.” ( QS. Al-Hadid 22 )
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ قَالَ وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
Dari Abdullah bin Amru bin Ash bahwasaya
beliau berkata, “ aku mendengar Rosululloh sholallahu alaihi wasalam bersabda,
Alloh telah menulis taqdir segala makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum
Dia menciptakan langit dan bumi, Beliau bersabda dan arsy-Nya berada diatas air
“ ( HR. Muslim dalam shohih juz 8 hal. 51 )
2.
Taqdir Umuri, yaitu
taqdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaanya ketika manusia
berada di dalam kandungan Ibunya pada saat berusia empat bulan. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi sholallahu alaihi wasalam :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ حدثنا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ
الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً
مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ
كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
“ Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud
rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah
bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu
dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam
bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu
itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama
waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu
meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis
rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya.” ( HR.
Muslim dalam shohih muslim juz 8 hal. 44
)
3.
Taqdir sanawi, yaitu
taqdir yang dicatat setiap malam lailatul-qodar, sebagaimana firman Alloh
Ta’ala :
“ pada malam itu dijelaskan segala urusan
yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami
adalah yang mengutus rasul-rasul “ ( QS. Ad-Dukhan 4-5 )
4.
Taqdir yaumi, yaitu
taqdir yang Alloh tetapkan dalam keseharianya.
APAKAH TAQDIR BISA
DIRUBAH ?
Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad jilid 5 hal.280, al-mustadrok jilid 3
hal. 481, menyebutkan:
لَا يَرُدُّ الْقَدَرَ
إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ، وَإِنَّ الْعَبْدَ
لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
“ tidak ada ada yang menolak takdir kecuali
do’a dan tidak menambah umur kecuali kebaikan, sungguh seorang hamba diharamkan
rizkinya karena dosa yang menimpanya ( ia kerjakan ) “ ( berkata Al-Hakim
shohihul-isnad dan Syaikh Al-Bani menshohihkan hadits ini ( Al-Jawabul-Kafi 18
)
Sekilas jika kita membaca
hadits tersebut, kita akan berkesimpulan bahwa taqdir bisa ditolak dengan do’a,
dalam artian bisa dirubah. Namun bagaimana pernyataan para ulama’ berkaitan
dengan masalah ini ?, berikut beberapa penjelasanya :
Taqdir umuri, sanawi dan
yaumi pada hakikatnya merupakan aplikasi dari pada ketetapan taqdir azali (
Syaikh Shalih Al-fauzan dalam kitabut-tauhid terjemah jilid 2 hal. 167 ).
Ibnul-Qoyyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa seorang hamba mendapatkan apa yang telah
ditaqdirkan dengan melalui sebab yang telah ditetapkan baginya, maka jika ia
melaksanakan sebab tersebut maka sampailah ia kepada taqdirnya yang telah Alloh
tuliskan dalam ummul-kitab, semakin seseorang menambah kesungguhan dalam
melaksanakan sebab maka semakin dekat dengan apa yang ditaqdirkan baginya,
misalnya seseorang yang ditaqdirkan menjadi orang yang paling pandai dizamanya,
maka ia tidak akan mendapatkan ilmu tersebut kecuali dengan usaha yang keras
dalam belajar. Demikian pula orang yang ditaqdirkan mendapat rizqi seorang
anak, ia tidak akan mendapat rizqi itu kecuali menikah dan melakukan hubungan
suami istri. ( Syifa’ul-‘Alil 52-53 Darut-Turots ).
Syaikhul-Islam Ibnu
Taymiyah menyebutkan bahwa yang benar menurut Jumhur bahwa do’a merupakan sebab
mendapatkan kebaikan yang diminta sebagaimana sebab-sebab yang masyru’ lainya,
dan sebenarnya sama saja apakah do’a tersebut kita sebut syarat atau sebab
intinya adalah sama saja, jika Alloh menghendaki hambanya mendapatkan kebaikan maka
Ia mengilhamkan kepada hamba tersebut do’a dan permohonan dan menjadikan do’a
dan permohonanya tersebut menjadi sebab mendapatkan kebaikan yang telah Alloh
tetapkan. Jadi do’a itu sendiri merupakan bagian dari taqdir yang telah Alloh
tetapkan ( At-Ta’arudh fil-hadits Muhammad Az-Zughair jilid 1 hal.79 ). Hal ini
diperkuat dengan hadits Nabi sholallahu ‘alaihi wasalam :
قال
رجلٌ للنَّبيِّ - صلّى الله عليه وسلّم - : يا رسول الله ، أرأيت أدويةً نتداوى بها
، ورقىً نَسْترقِي بها ، وتُقىً نتَّقِيها : هل تردُّ من قّدَر الله شيئاً ؟ قال :
" هِيَ مِنْ قَدَر الله "
Seseorang bertanya kepada
Rasululloh “ wahai Rasululloh bagaimana pendapat engkau tentang obat yang kami
berobat denganya dan ruqyah yang kami meruqyah denganya” beliau bersabda “ dia
termasuk taqdir Alloh “ ( HR. Ibnu Majjah, sunan Ibnu Majjah juz 2 hal. 1137 )
Maka sebenarnya do’a
tersebut tidak merubah taqdir yang telah Alloh tetapkan sejak azali, namun do’a
merupakan salah satu asbab sebagaimana sebab-sebab yang lain. Untuk itu
merupakan kewajiban bagi kita untuk memperbanyak asbab sehingga mudah-mudahan
Alloh mentaqdirkan menjadi
orang yang bahagia di dunia dan akhirat, dan semuanya dimudahkan menuju
taqdirnya masing-masing. ( lihat tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Lail ). Wallohu
a’lam bisshowab.
Posting Komentar