Tak perlu
seseorang pungkiri,segala sesuatu di dunia ini membutuhkan ilmu lebih-lebih
akhirat. Akan tetapi berbeda-beda orang menyingkapi ilmu. Diantaranya ada yang
males-malesan dalam mencari ilmu,berbagai alasan mereka cari untuk menghindari
sebuah kewajiban itu. Ada
juga yang semangat sekali dalam mencari ilmu. Akan tetapi dalam mencari ilmu
agama tidaklah cukup bermodal semangat saja. Karna, seorang penuntut ilmu
haruslah tahu rambu-rambu yang telah digariskan syari’at dalam menuntut ilmu
agama. Agar seorang penuntut ilmu tidak bingung dalam menghadapi seruan dari
banyak kelompok-kelompok da’wah. Dan yang paling penting, agar si penuntut ilmu
tidak jatuh kepada pemahaman yang salah atau menyimpang.
Pada zaman
sekarang berbagai kelompok menawarkan jalannya dalam mempelajari dinul islam
(agama islam). Masing-masing pihak sudah pasti mengeklaim jalannya sebagai yang
terbaik dan benar. Melalui berbagai cara mereka berusaha meraih pengikut
sebanyak-banyaknya. Perlu kita lihat di sekililing kita. Ada kelompok yang menawarkan jalan dengan
ikut hura-huranya politik, ada yang menyeru umat untuk segera mendirikan khilafah islamiyah,
ada juga yang berkelana dari daerah satu ke daerah lain mengajak manusia ramai-ramai ke masjid.
Akan tetapi
kondisi umat islam masih begini-begini saja, Kebodohan dan ketidakberdayaan
masih menyelimuti. Bahkan makin bertambah parah. Kemudian, adakah
tindakan-tindakan salah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ? sudah pasti ada
yang salah. Mengapa mereka (kelompok) tidak mengajak umat untuk kebali
mempelajari agamanya saja ? mengapa mereka justru menyibukkan umat dengan
sesuatu yang berujung kesia-siaan.
Ahlu sunnah wal
jama’ah sebagai pewaris Nabi selalu berusaha mengamalkan apa yang diwasiatkan
Rasululloh untuk mengajak umat kembali mempelajari agamanya. Ahlus sunnah wal
jama’ah tidak akan pernah keluar dari jalan yang telah digariskan oleh Nabi
shalallahu ‘alaihi wassalam, Adapun jalan yang ditempuh Ahlus sunnah wal jam’ah
dalam mendapatkan ilmu agama sebagai berikut :
- Mengambil ilmu agama dari sumber aslinya
yaitu Al qur’an dan As sunnah.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan
jangan kalian mengikuti para pemimpin selain-Nya, sedikit sekali kalian
mengambil pelajaran darinya.”(Al a’raf : 3)
Dan Rasullulloh
bersabda :
“Ketahuilah bahwasanya aku diberi Al qur’an dan yang serupa
dengannya bersamanya.” ( Shahih.HR. Ahmad dan Abu Dawud dari Miqdam bin
Ma’di Karib. Lihat Shahihul Jami’ No.2643)
- Memahami Al qur’an dan As sunnah sesuai
dengan pemahaman Salafus shalih.
Yakni para
sahabat dan yang mengikuti mereka dari kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Sebagaimana sabda Nabi :
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (Nabi) kemudian yang
setelah mereka kemudian yang setelah mereka”(HR. Bukhari dan Muslim)
Kebaikan yang
berada pada mereka adalah kebaikan yang mencangkup segala hal yang berkaitan
dengan agama, baik ilmu, pemahaman, pengamalan dan da’wah. Dengan demikian
pemahaman mereka terhadap agama ini sudah dijamin oleh Nabi. Sehingga, kita
tidak meragukannya lagi bahwa kebenaran itu pasti berada bersama mereka. Dan
itu sangat wajar karma mereka adalah orang yang paling tahu Nabi.
- Tidak melakukan taqlid atau ta’ashub
(fanatik) madzhab.
Allah berfirman
:
“Ikutilah ap yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan
jangan kalian mengikuti para pemimpin selain-Nya, sedikit sekali kalian
mengambil pelajaran darinya.”(Al a’raf : 3)
Dengan jelas ayat
diatas menganjurkan untuk mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah baik berupa
Al qur’an atau Hadist.
Sebaliknya
ta’ashub (fanatik) pada madzhab akan menghalangi sesorang untuk sampai kepada
kebenaran. Tak heran kalau sampai ada dari kalangan ulama’ madzhab mengatakan “
Setiap hadist yang menyelisihi madzhab maka itu mansukh ( terhapus hukumnya )
atau harus ditakwilkan ( yakni diarahkan kepada makna yang lain ). Akhirnya
madzhablah yang menjadi ukuran kebenaran bukan ayat atau hadist.
- Waspada dari Da’i jahat.
Maksud dari
da’i jahat adalah mereka yang membawa ajaran-ajaran yang menyimpang aqidah
Ahlus sunnnah wal jama’ah sedikit atau banyak.
- Memilih guru yang dikenal berpegang teguh
kepada sunnah Nabi dalam berakidah, berakhlaq, beribadah, dan bermuamalah.
Dalam urusan
agama seseorang tidak boleh asal sembarang dalam mengambil tanpa peduli dari
siapa dia dapatkan.
Seorang tabi’in
bernama Muhammad bin Sirin berkata : “Sesungguhnya
ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”.
Beliau juga berkata: “ Dahulu orang-orang tidak bertanya tentang sanad (
rangkain para rawi yang meriwayatkan ) hadist, maka tatkala terjadi fitnah
mereka mengatakan: sebutkan pada kami sanad kalian, sehingga mereka melihat
ahlus sunnah lalu mereka menerima hadistnya dan melihat kepada ahlul bid’ah
lalu menolak hadistnya.” ( Riwayat Muslim dalam Muaqaddimah shahihnya )
- Tidak mengambil ilmu dari sisi akal atau
rasio.
Karena agama
ini adalah wahyu bukan hasil penemuan akal. Allah berfirman kepada Nabi-Nya :
“ Katakanlah ( ya,Muhammad ) : Sesungguhnya Aku memberi peringatan
kepada kalian dengan wahyu.”( Al anbiya’ : 45 )
“Dan tidaklah yang diucapkan itu ( Al qur’an menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (
kepadanya).”( An najm: 3-4 )
Jadi tidaklah
boleh bagi siapa saja meninggalkan dalil yang jelas dari Al qur’an ataupun
Hadist yang shahih karna tidak sesuai dengan akalnya. Seseorang harus
menundukkan akalnya dihadapan keduanya.
- Menghindari perdebatan dalam agama.
“Tidaklah
sebuah kaum sesat setelah mereka berada di atas petunjuk kecuali mereka akan
diberi sifat jidal (berdebat) . Lalu beliau membaca ayat , artinya : “Bahkan
mereka adalah kaum yang suka berbantah-bantahan .” ( HR. Tirmidzi dari Abu
Umamah Al bahili, dihasankan oleh As Syaikh Al Abani dalam shahihul jami’ no:
5633 )
Ibnu Rajab
mengatakan : “Diantara sesuatu yang diingkari para imam salafush sholeh
adalah perdebatan, berbantah-bantahan dalam masalah halal dan haram. Itu bukan
jalannya para imam agama ini.”
Oleh karenanya
Allah memerintahkan berdebat dengan yang paling baik.Firman-Nya :
“Ajaklah kepada jalan Rabb-Mu dengan hikmah, mau’idhoh (nasehat)
yang baik dan berdebatlah dengan yang paling baik.”(An Nahl : 125 ).
Para ulama’
menerangkan bahwa perdebatan yang paling baik bisa
terwujud jika niat masing-masing dari dua belah pihak baik. Masalah yang
diperdebatkan juga baik dan mungkin dicapai kebenarannya dengan diskusi.
Masing-masing beradab dengan adab yang baik, dan memang punya kemampuan ilmu
serta siap menerima yang haq (benar) jika kebenaran itu muncul dari hasil
perdebatan mereka.
Posting Komentar