Rahasia di balik syahadat
يَا عَمْ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا الَله كَلِمَةٌ أَشْهَدٌ لَكَ بِهَا
عِنْد الله
“Paman, katakan
la ilaha illallah,, suatu kalimat yang dapat saya jadikan hujah disisi Allah."
Abu Jahal dan Abdullah bin
Abi Umayah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul
Mutholib? “keduanya terus berbicara kepada Abu Thalib, sehingga pada akhirnya
Abu Thalib mengucapkan bahwa dia berada diatas agama Abdul Muthalib.Kemudian Nabi
Saw berkata, “Aku akan memohonkan ampunan untuk anda selama tidak dilarang."
(Mutafaqun 'alaihi). Lalu, turunlah ayat yang menegur beliau,
Tiadalah
sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu
adalah penghuni naar Jahannam. (QS. 9:113)
Termaktub
didalam kisah diatas, harapan dan usaha maksimal dari Rosulullah yang meyakinkan
pamannya, supaya mengucapkan kalimat syahadat tauhid la ilaha illallah.
Meskipun akhirnya pamannya meninggal dalam kekafiran dan berujung dengan
kesedihan.
Ada dua faktor yang
melatar-belakangi kesedihan beliau. Pertama: Pamannya adalah
satu-satunya orang yang mampu melindungi, membela serta ikut berpatisipasi
memajukan dakwahnya ketika itu. Kedua: Ketika dipenghujung hayatnya,
pamannya enggan mengucapkan kalimat la
ialha illallah. Dan faktor kedua inilah yang sangat disayangkan oleh beliau
dan yang membuat beliau sedih dengan kesedihan yang tiada tara.
Sekarang timbul
pertanyaan yang mengganjal dibenak kita. Mengapa Rosulullah sangat
sedih, lantaran pamannya meninggal tanpa
mengikrarkan syahadat la ilaha illallah? Apa sebenarnya muatan
hikmah yang tersirat didalamnya? Hal inilah yang melatar belakangi pembahasan
ini.
Kisah diatas
merupakan contoh yang riil, yang dicontohkan baginda Nabi saw akan pentingnya
syahadat. Beliau telah berusaha dengan sekuat tenaga mendakwahkan kalimat
syahadat ini, serta konsisten diatas jalannya. Bahkan tidak ada seorang pun,
yang dapat menggoyahkan prinsip dan pendirian beliau. Akhirnya setelah diamati dan ditelaah dari literatur
yang ada, ternyata ada beberapa hikmah ataupun rahasia yang termuat didalamnya
diantaranya:
Syahadat, asas Aqidah islamiyah
Syahadat
merupakan asas dari aqidah islam, hal ini dilihat dari esensi syahadatain,
disaat seseorang mengikrarkannya dua kalimat syahadat berarti ia berjanji,
bersumpah dan siap untuk hanya beribadah kepada Allah saja, tunduk, taat dan patuh
kepadanya, serta ada kesanggupan dari hati untuk menjauhi dan meninggalkan
segala bentuk kekafiran dan kemusyrikin. Kemudian ia berjanji, bersumpah dan
siap hanya meneladani Muhamad Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah
kepada Allah, serta ada kesanggupan hati pula untuk menjauhi dan meninggalkan
segala bentuk kebid’ahan.
Ahlus
Sunnah wal Jamaah telah sepakat bahwa mengucapkan syahadatain merupakan
syarat sahnya iman seseorang. Rosulullah bersabda,“Aku dipeintahkan untuk memerangi manusia sehingga
mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, beriman
kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka telah melakukan semua itu,
maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan
hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim).Imam Nawawi
berkata, “Hadist diatas menjelaskan tentang syarat sah diterimanya iman, dengan
mengikrarkan syahdatain dan meyakininya sepenuh hati. Dan dituntut, mengimani
segala sesuatu yang dibawa oleh Rosulullah.
Syahadat
juga merupakan syarat keislaman seseorang. Tentang hal ini, Syaikhul ibnu
Taimiyah berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat, siapa yang belum mengucapkan
syahadat, maka dia kafir, padahal ia mampu mengucapkannya,. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Rajab
Al-hambali, beliau berkata, "siapa yang meninggalkan syahadatain, maka dia
telah keluar dari dienul islam."
Dari pemaparan para ulama diatas, syahadat
merupakan inti bahkan asas dari aqidah islamiyah. Dengannya, manusia terpilah menjadi muslim
atau kafir. Ringkasnya, Jika seseorang tidak mengikrarkannya, tidak meyakininya
dan tidak melaksanakan tuntutan yang ada didalamnya, maka tidak dikategorikan
sebagai seorang muslim bahkan dilarang untuk memberikan loyalitas kepadanya
sampai hari kiamat.
Syahadat menjaga darah, harta dan jiwa seseorang
Agama islam merupakan agama universal, ajarannya meliputi semua lini kehidupan. Dan yang terpenting dari semua itu adalah hukum-hukum yang berlaku dan aturan-aturan yang ditetapkan telah terkonsep dengan baik, hal itu bertujuan untuk mengatur pemeluk-pemeluknya supaya berjalan diatas syareat yang telah dirumuskan Allah Ta'ala. Contohnya, ketika seseorang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, maka darah, harta, dan jiwa seseorang telah terlindungi. Beliau bersabda,“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan semua itu, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim). Dan Rosulullah telah bersabda,“Barang siapa yang mengucapkan la ilaha illallah, dan mengkufuri sesembahan selain Allah, maka harta dan darahnya menjadi haram.”Namun apakah cukup hanya dengan mengikrarkannya saja….? Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh mensyaratkan terpeliharanya harta dan darah dalam hadist diatas dengan dua hal:
Pertama: Mengucapkan la
ilaha illallah dengan ilmu dan keyakinan. Kedua mengingkari semua
yang disembah selain Allah. Maka, tidak cukup dengan pengucapan tanpa makna,
tetapi harus ada pengucapan dan pengamalan, karena Rosululullah Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak menjadikan pengucapan sebagai pelindung darah dan harta,
hingga ia mengkufuri segala yang disembah selain Allah.
Ketika
Syaikhul islam ditanya tentang penyerangan terhadap bangsa tartar, beliau
berkata, "setiap kelompok yang menolak untuk melaksanakan syareat islam yang
bersifat amaliyah zhahir, - bangsa tartar dan lainnya- maka wajib diperangi,
sehingga mereka melaksanakan syareat Allah, meskipun mereka mengucapkan dua
kalimat syahadat dan menjalankan sebagian
syareatnya.
Syahadat, Sebab masuk jannah
Tiada tempat
kembali yang lebih mulia disisi Allah, melainkan jannahnya dan meraih ridha Nya. Inilah cita-cita semua orang. ini
terbukti, ketika dilontarkan pertanyaan kepada mereka, semua sepakat dan
berharap dapat masuk syurga. Lantas dengan
apakah seseorang bisa menggapainya…?. Rosulullah memberi jawaban dari
pertanyaan ini dengan sabda Beliau,
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan la ilah illallah (tiada
sesembahan yang berhak selain Allah) -dengan ikhlas dari hatinya- dan
mengharapkan keridhoan Nya”
Dan Rosulullah juga bersabda,
“Barang
siapa yang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, niscaya akan masuk syurga,
betapa pun amal yang telah diperbuatnya.”
Syaikh
Abdurrahman hasan Alu Syaikh menjelaskan barang siapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Allah.
Maksudnya, mengucapkannya dan mengetahui ma'nanya serta mengamalkan
tuntutannya, baik secara lahir maupun batin, niscaya Allah akan memasukannya
kedalam syurga. Maka dalam dua syahadat itu, harus ada pemahaman, keyakinan dan
pengamalan yang ditunjukkan sebagaimana firman Allah, Maka ketahuilah, bahwa
tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah. (QS. 47:19).Adapun
mengucapkan tanpa memahami ma'nanya dan tidak yakin serta tidak mengamalkan isi
kandungannya, berupa, berlepas diri dari syirik dan ikhlas dalam ucapan dan
perbuatan, maka menurut kesepakatan para ulama, hal itu tidak ada gunanya.Syakhul islam
dan lainnya berkata, "hadist ini dan sejenisnya menegaskan, bahwa Allah menjanjikan
jannah bagi orang yang mengucapkan la ilaha illallah, yaitu bagi orang
yang mengucapkandan mati dalam keadaan bertauhid. Maka barang siapa bersaksi
bahwa tidak ada tuhan berhak disembah kecuali Allah dengan ikhlas, ia akan
masuk jannah.Dari
penjelasan diatas, terbukti bahwa syahadat tauhid merupakan kunci yang akan
mengantarkan seseorang masuk kedalam syurga. Tentunya dengan melaksanakan
konsekuensi-konsekuensinya dan konsisten hingga akhir hayat.
Berhak mendapatkan syafaat Nabi Muhamad
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Wahai Rosulullah, siapakah orang yang
berhak mendapakan syafaatmu kelak pada hari kiamat?” Rosulullah bersabda,
لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسَأَلَنِي عَنْ
هَذَا الحَدِيْثِ أَوَّلُ مِنْكَ لَمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيْثَ،
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أو نَفْسِهِ
“ Sungguh saya sudah mengira
wahai Abu Hurairoh, bahwa tidak ada seseorang pun yang mendahuluimu bertanya
mengenai hadist ini, karena saya melihat kamu sangat rakus terhadap hadits.
Orang yang paling bahagia mendapatkan syafaatku, pada hari kiamat ialah orang
yang mengucapkan la ilaha illallah,
ikhlas dari hati atau dirinya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari bab, ilmu no. 99).
Ibnu Hajar Al-Asqolani menjelaskan,
"barang siapa, mangikrarkan la ilaha illallah dengan menjauhi
segala bentuk kesyirikan dan kenifakan, Niscaya kelak akan mendapatkan syafaat.
Maksud hadist ini, orang yang paling bahagia pada hari kiamat kelak, yang
mendapatkan syafaatnya adalah orang mukmin lagi mukhlis.
Kalimat
teragung
Dari
Jabir Radhiyallahu 'anhu, bahwa beliau berkata, “Saya mendengar Rosulullah Saw
bersabda,”
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Dzikir yang paling utama adalah
la ilaha illallah.” (Diriwayatkan oleh Thirmidzi, hadist hasan shahih).
Imam Nawawi didalam kitabnya
“Nuzhatul Mutaqin” menjelaskan, "kalimat tauhid merupakan kalimat yang
paling utama untuk diucapkan, karena didalamnya mengandung penetapan pada keesaan
Allah, serta penafian (peniadaan) segala bentuk kesyirikan. Kalimat ini juga
merupakan kalimat teragung yang diucapkan para nabi. Mereka diutus karenanya, berperang
dibawah panjinya, mendapatkan kesyahidan dalam menegakkannya. Dan kunci pembuka
syurga serta penyelamat dari neraka.
Refrensi:
1.
Fathul
Majid
2.
Nawaqidul
iman Al-I’tiqodiyah
3.
Syarh
Aqidah at-thohawiyah
4.
Madkhol
5.
Ar-Rhahiqu
Makhtum
6.
Nuzhatul
Mutaqin
7.
Tafsir
Al-Jami’ liahkamil qur’an
8. Fathul
Baari
bukankah surat taubah diturunkan di Madinah kenapa di awal artikel ttg kondisi kematian abu thalib mengambil dasar dr ayat madaniyah.. kliatannya harus di kroschek lagi.
Posting Komentar