SYARI'AT BERPAKAIAN
Secara
bahasa : Ibnul Mandzur dalam “Lisanul Arab” berkata :
اللباس : ما يلبس منه
Apa-apa yang dipakai itu adalah pakaian”.[1] Pengertian ini
juga disebutkan didalam Kamus Al Munjid.[2]
Secara Istilah : Ibnu Abbas berkata ketika menafsirkan
Surat Al-A’rof ayat 31:
اللباس وهو ما يواري السوأة وما سوا ذلك
من جيد البز و المتاع
Pakaian itu adalah sesuatu yang menutupi aurot dan yang selainnya
berupa kain yang bagus dan perhiasan.”[3]
Disyareatkannya berpakaian.
Allah
berfirman :
قل
من حرم زينة الله التي أخرج لعباده
Katakanlah siapa
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di turunkannya untuk
hamba-hambanya. [4]
Dari Ja’far bin
Mughiroh dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas ia berkata: Adalah orang-orang
Quraisy thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, sambil bersiul dan bertepuk
tangan, maka Allah menurunkan ayat ini.[5]
Allah berfirman :
با بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد
Hai anak Adam, pakailah
pakainmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. (QS. Al.A’rof : 31)
Ibnu Abbas mengatakan
bahwa kebiasaan laki-laki Quraisy adalah melakukan thawaf di Ka’bah dalam
keadaan telanjang, maka Allah menyuruh mereka untuk berpakaian.[6]
عن المسوار بن مخرمة قال : اقبلت بحجر
احمله ثقيل و علي إزار خفيف قال فانحل إزاري زمعي الحجر لم استطع أن اضعه حاى بلغت
به الى موضعه فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ارجع إلى ثوبك فخذه ولا تمشوا
عراة
Dari Mishwar bin Makhromah, ia berkata : Aku membawa batu yang
berat, sedangkan aku memakai pakaian yang ringan. Ia berkata : Kemudian kainku
terurai, sedangkan aku membawa batu yang tidak bisa aku letakkan, hingga aku
meletakkannya pada tempatnya. Maka Rosulullah bersabda : “ Kembalilah ke tempat
pakaianmu (yang terurai) kemudian pakailah ! dan janganlah kalian berjalan
dalam keadaan telanjang. [7]
Imam Nawawi berkata
: “Hadits ini menunjukkan larangan yang mengharamkan berjalan dalam keadaan
telanjang ( membuka aurat ).”[8]
Demikianlah
dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mensyari’atkan kepada kita untuk
berpakaian dan larangan untuk membuka aurat.
Adapun dalam
keadaan sendiri, Imam Nawawi berkata: “Bolehnya seseorang membuka auratnya pada
tempat-tempat yang harus membuka aurat dalam keadaan sendiri, seperti: waktu
mandi, buang air, dan waktu jima’ (bersetubuh) dengan istri. Namun apabila ada
orang lain, maka haram baginya untuk menyingkap auratnya. Para Ulama berkata: “Menutup
aurat dengan kain atau selainnya ketika mandi dalam keadaan sendiri lebih utama
dari pada telanjang. Sedangkan telanjang (membuka aurat) di bolehkan sebatas
kebutuhan pada waktu mandi, jika lebih dari itu maka ia adalah haram, menurut
pendapat yang paling shohih. Sebagaimana telah kami jelaskan, bahwa menutup
aurat dalam keadaan sendiri adalah wajib hukumnya, menurut pendapat yang paling
shohih. Kecuali sebatas kebutuhan (qodrul hajah).[9]
Adapun batas-batas
aurat, Imam Nawawi berkata : “Adapun seorang laki-laki yang melihat mahromnya
(yang wanita) dan sebaliknya, maka yang di perbolehkan adalah apa yang berada
di atas pusar dan di bawah lutut. Dan ada yang berpendapat, tidak halal kecuali
pada tempat-tempat yang tampak ketika bekerja. Adapun batas aurat terhadap yang
bukan mahrom, maka laki-laki terhadap laki-laki ialah apa yang berada di atas
pusar dan di bawah lutut, dan begitu pula wanita terhadap wanita. Namun di sana (bagi wanita) ada
tiga pendapat menurut sebagian shahabat-shahabat kami:
pertama “pusar dan lutut bukan aurat”,
kedua “pusar dan lutut adalah aurat”,
ketiga “pusar adalah aurat tetapi lutut bukanlah aurat”.
Adapun
laki-laki terhadap wanita asing (yang bukan mahrom), maka harom baginya untuk
melihat seluruh bagian dari tubuh wanita tersebut, dan sebaliknya wanita haram
melihat seluruh bagian laki-laki yang bukan mahrom, apakah dengan syahwat atau
pun tidak. Dan juga diharamkan bagi laki-laki untuk
melihat Pemuda Amrod, bila ia memiliki wajah yang cantik, apakah dengan syahwat
atau pun tidak, baik aman dari fitnah maupun tidak. Inilah pendapat yang shohih
dan yang di pegang oleh para Ulama’ Muhaqiqin atas nash yang di pegang oleh
Imam Syafi’I dan para Shahabatnya yang Alim, semoga Allah merahmati mereka.[10]
Adapun Pemuda Amrod
ialah : “ Seorang anak muda tampan yang belum tumbuh jenggotnya, yang hampir
mencapai usia akil baligh.
Dari Abu Hurairoh,
ia berkata :Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang seorang lelaki
memandang tajam anak lelaki yang masih Amrod.
Ibnu Abi Al. Shoib
berkata : Pasti aku masih lebih takut kepada seorang pemuda amrod dari pada
tujuh puluh anak gadis yang masih perawan.
Sufyan Ats. Tsauri
berkata : Ada
satu Syaiton yang senantiasa mendampingi seorang gadis, namun yang senantiasa
mendampingi seorang pemuda Amrod adalah dua Syaiton. Oleh karena itu, aku lebih
takut berhadapan dengan dua Syaiton.
Abu Manshur bin
Abdul Qohir bin Thohir berkata :Barang siapa yang bergaul dengan pemuda Amrod
(tampan), maka dia akan terjerumus dalam bencana dan mala petaka.[11]
[1]. Lisanul Arab, Juz VI hal
: 202.
[2]. Al. Munjid, hal 711.
[3]. Majmu’ah Rosa’ilit
Taujiihat, Juz I hal : 371.
[4] QS. Al. A’rof : 32
[5]. Fathul Baari, Juz XI hal
: 423.
[6]. Tafsir Jami’ul Bayan, Juz V hal : 186.
[7] HR. Muslim
[8]. Shohih Muslim Syarh An. Nawawi, Juz IV hal
: 30.
[9]. Ibid, hal 28.
[10]. Ibid, hal 27.
[11]. Selengkapnya baca kitab “Belenggu Nafsu,
Imam Ibnul Jauzi” bab, Larangan melihat dan bergaul dengan Amrod
Posting Komentar