Diberdayakan oleh Blogger.
اهلا و سهلا بحضوركم

Senin, 13 Mei 2013

SYARI'AT BERPAKAIAN



            
Pengertian pakaian.
      Secara bahasa : Ibnul Mandzur dalam “Lisanul Arab” berkata :

اللباس  : ما يلبس منه

Apa-apa yang dipakai itu adalah pakaian”.[1] Pengertian ini juga disebutkan didalam Kamus Al Munjid.[2]

      Secara Istilah  : Ibnu Abbas berkata ketika menafsirkan Surat Al-A’rof ayat 31:
اللباس وهو ما يواري السوأة وما سوا ذلك من جيد البز و المتاع
Pakaian itu adalah sesuatu yang menutupi aurot dan yang selainnya berupa kain yang bagus dan perhiasan.”[3]

Disyareatkannya berpakaian.
            Allah berfirman :
            قل من حرم زينة الله التي أخرج لعباده
            Katakanlah siapa mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di turunkannya untuk hamba-hambanya. [4]
            Dari Ja’far bin Mughiroh dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas ia berkata: Adalah orang-orang Quraisy thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, sambil bersiul dan bertepuk tangan, maka Allah menurunkan ayat ini.[5]
            Allah berfirman :
            با بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد
 Hai anak Adam, pakailah pakainmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. (QS. Al.A’rof : 31)
            Ibnu Abbas mengatakan bahwa kebiasaan laki-laki Quraisy adalah melakukan thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, maka Allah menyuruh mereka untuk berpakaian.[6]

عن المسوار بن مخرمة قال : اقبلت بحجر احمله ثقيل و علي إزار خفيف قال فانحل إزاري زمعي الحجر لم استطع أن اضعه حاى بلغت به الى موضعه فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ارجع إلى ثوبك فخذه ولا تمشوا عراة
Dari Mishwar bin Makhromah, ia berkata : Aku membawa batu yang berat, sedangkan aku memakai pakaian yang ringan. Ia berkata : Kemudian kainku terurai, sedangkan aku membawa batu yang tidak bisa aku letakkan, hingga aku meletakkannya pada tempatnya. Maka Rosulullah bersabda : “ Kembalilah ke tempat pakaianmu (yang terurai) kemudian pakailah ! dan janganlah kalian berjalan dalam keadaan telanjang. [7]
            Imam Nawawi berkata : “Hadits ini menunjukkan larangan yang mengharamkan berjalan dalam keadaan telanjang ( membuka aurat ).”[8]
            Demikianlah dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mensyari’atkan kepada kita untuk berpakaian dan larangan untuk membuka aurat.
            Adapun dalam keadaan sendiri, Imam Nawawi berkata: “Bolehnya seseorang membuka auratnya pada tempat-tempat yang harus membuka aurat dalam keadaan sendiri, seperti: waktu mandi, buang air, dan waktu jima’ (bersetubuh) dengan istri. Namun apabila ada orang lain, maka haram baginya untuk menyingkap auratnya. Para Ulama berkata: “Menutup aurat dengan kain atau selainnya ketika mandi dalam keadaan sendiri lebih utama dari pada telanjang. Sedangkan telanjang (membuka aurat) di bolehkan sebatas kebutuhan pada waktu mandi, jika lebih dari itu maka ia adalah haram, menurut pendapat yang paling shohih. Sebagaimana telah kami jelaskan, bahwa menutup aurat dalam keadaan sendiri adalah wajib hukumnya, menurut pendapat yang paling shohih. Kecuali sebatas kebutuhan (qodrul hajah).[9]
            Adapun batas-batas aurat, Imam Nawawi berkata : “Adapun seorang laki-laki yang melihat mahromnya (yang wanita) dan sebaliknya, maka yang di perbolehkan adalah apa yang berada di atas pusar dan di bawah lutut. Dan ada yang berpendapat, tidak halal kecuali pada tempat-tempat yang tampak ketika bekerja. Adapun batas aurat terhadap yang bukan mahrom, maka laki-laki terhadap laki-laki ialah apa yang berada di atas pusar dan di bawah lutut, dan begitu pula wanita terhadap wanita. Namun di sana (bagi wanita) ada tiga pendapat menurut sebagian shahabat-shahabat kami:
 pertama “pusar dan lutut bukan aurat”,
kedua “pusar dan lutut adalah aurat”,
ketiga “pusar adalah aurat tetapi lutut bukanlah aurat”.
            Adapun laki-laki terhadap wanita asing (yang bukan mahrom), maka harom baginya untuk melihat seluruh bagian dari tubuh wanita tersebut, dan sebaliknya wanita haram melihat seluruh bagian laki-laki yang bukan mahrom, apakah dengan syahwat atau pun tidak. Dan juga diharamkan bagi laki-laki untuk melihat Pemuda Amrod, bila ia memiliki wajah yang cantik, apakah dengan syahwat atau pun tidak, baik aman dari fitnah maupun tidak. Inilah pendapat yang shohih dan yang di pegang oleh para Ulama’ Muhaqiqin atas nash yang di pegang oleh Imam Syafi’I dan para Shahabatnya yang Alim, semoga Allah merahmati mereka.[10]
            Adapun Pemuda Amrod ialah : “ Seorang anak muda tampan yang belum tumbuh jenggotnya, yang hampir mencapai usia akil baligh.
            Dari Abu Hurairoh, ia berkata :Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang seorang lelaki memandang tajam anak lelaki yang masih Amrod.
            Ibnu Abi Al. Shoib berkata : Pasti aku masih lebih takut kepada seorang pemuda amrod dari pada tujuh puluh anak gadis yang masih perawan.
            Sufyan Ats. Tsauri berkata : Ada satu Syaiton yang senantiasa mendampingi seorang gadis, namun yang senantiasa mendampingi seorang pemuda Amrod adalah dua Syaiton. Oleh karena itu, aku lebih takut berhadapan dengan dua Syaiton.
            Abu Manshur bin Abdul Qohir bin Thohir berkata :Barang siapa yang bergaul dengan pemuda Amrod (tampan), maka dia akan terjerumus dalam bencana dan mala petaka.[11] 


[1]. Lisanul Arab, Juz VI hal : 202.
[2]. Al. Munjid, hal 711.
[3]. Majmu’ah Rosa’ilit Taujiihat, Juz I hal : 371.
[4] QS. Al. A’rof : 32
[5]. Fathul Baari, Juz XI hal : 423.
[6]. Tafsir Jami’ul Bayan, Juz V hal : 186.
[7] HR. Muslim
[8]. Shohih Muslim Syarh An. Nawawi, Juz IV hal : 30.
[9]. Ibid, hal 28.
[10]. Ibid, hal 27.
[11]. Selengkapnya baca kitab “Belenggu Nafsu, Imam Ibnul Jauzi” bab, Larangan melihat dan bergaul dengan Amrod

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

  ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO