KRITERIA PAKAIAN WANITA MUSLIMAH
Allah berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن .....
Katakanlah kepada
wanita yang beriman: “ Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang
(biasa) nampak dari pada nya. [1].
Allah berfirman :
ياأيها
النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن
يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
Hai Nabi katakanlah
kepada istri-istrimu, anak-anak perempuannmu dan istri-istri orang mukmin :“Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [2]
Ibnu Katsir berkata :
Maksudnya mereka tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya kepada orang-orang
ajnabi (yang bukan mahromnya), kecuali bagian yang tidak mungkin mereka
sembunyikan. Ibnu Mas’ud berkata : Seperti misalnya selendang dan pakaian, yaitu
: “ Tutup kepala yang biasa di kenakan oleh wanita Arab dan pakaian bawah yang
biasa mereka tampakkan, maka itu tidak mengapa mereka tampakkan, karena tidak
mungkin mereka sembunyikan.[3]
Para Ulama Salaf dari
kalangan Sahabat dan Tabi’in berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat : “Kecuali
yang biasa tampak” :
·
Ibnu Abbas
berkata : Yang dimaksud adalah wajah, telapak tangan dan cincin.
·
Adz-Dzuhri
berkata : Yang dimaksud adalah cincin
dan gelang.
·
Imam Ibnu
Zaid berkata : Yang dimaksud adalah: celak, inai dan cincin.
·
Adh
Dhahhak berkata : Yang dimaksud adalah: telapak tangan dan wajah.
·
Hasan
Al-Bashri berkata : Yang dimaksud adalah : wajah dan pakaian luar.
Imam Ath Thobari berkata
: “Yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah: wajah
dan kedua telapak tangan, dan termasuk di dalamnya celak, cincin, gelang dan
inai.[4]
2.
Tidak
untuk berhias
Allah berfirman :
وقرن
في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجهلية الأولى
Dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu, dan janganlah berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
jahiliyyah dahulu; [5].
Rosulullah bersabda :
ثلاثة
لا تسأل عنهم : رجل فارق الجماعة وعصى إمامهم ومات عاصيا و أمة أو عبد أبق فمات و
إمرأة غاب عنها زوجها قد كفاها مؤونة الدنيا فتبرجت بعده فلا تسأل عنهم
Ada tiga
golongan manusia yang tidak ditanya (karena mereka sudah pasti termasuk
orang-orang yang celaka). Pertama “Seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah
dan mendurhakai imamnya, dan meniggal dalam kedurhakaannya”. Kedua “Seorang budak wanita atau laki-laki
yang melarikan diri meninggalkan tuannya, lalu dia mati “. Ketiga “ Seorang
wanita ketika di tinggal pergi oleh suaminya, dimana telah mencukupi kebutuhan
duniawinya, namun ketika suaminya tidak
ada) dia bertabarruj. [6]
Tabarruj adalah
perbuatan wanita menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta segala hal yang
seharusnya ditutup dan disembunyikan karena bisa membangkitkan syahwat
laki-laki.
Jadi, maksud perintah
mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutup perhiasan wanita. Dengan
demikian, maka tidaklah masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup
perhiasan wanita itu malah menjadi pakaian untuk berhias, sebagaimana yang
sering kita temukan.
Berkaitan dengan
ini, Imam Adz-Dzahabi berkata: “Diantara perbuatan yang menyebabkan akan mendapatkan
laknat Allah adalah: menampakkan perhiasan emas dan mutiara yang berada dibalik
niqab (tutup kepalanya), memakai berbagai wangi-wangian, seperti, “misk, anbar
dan thib ketika keluar rumah”, memakai berbagai kain yang dicelup, memakai
pakaian sutera, memanjangkan baju (secara berlebih-lebihan) dan melebarkan
serta memanjangkan lengannya (juga secara berlebih-lebihan). Semuanya itu
adalah termasuk tabarruj yang dibenci oleh Allah, yang pelakunya mendapatkan
murka Allah di dunia dan di akhirat.[7]
Imam Al-Alusi
berkata : “Selanjutnya menurut hemat saya, yang termasuk dalam katagori
perhiasan yang dilarang untuk ditampakkan adalah pakaian yang biasa di pakai
oleh kebanyakan kaum wanita untuk bermewah-mewahan di zaman kita sekarang ini,
yang di tutupkan di atas pakaian biasanya yang dipakai ketika mereka hendak
keluar rumah. Contohnya kerudung yang di sulam dengan benang sutera warna-warni
dan ditambah pula dengan perhiasan emas dan perak kerlap-kerlip yang
menyilaukan mata.”[8]
3.
KAINNYA
HARUS TEBAL (TIDAK TIPIS)
Sebab yang namanya menutup itu tidak
akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti
menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : "Pada
akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya)
telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta.
Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang
terkutuk." Di dalam hadits lain terdapat tambahan : "Mereka tidak
akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu
dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian." [9]
Ibnu Abdil
Barr berkata : Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan
pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan
tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Merekaitu
tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang. [10]
Dari Abdullah bin Abu Salamah,
bahawsannya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qubthiyah (jenis pakaian
dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : Jangan kamu
pakaikan baju ini untuk istri-istrimu!. Seseorang kemudian bertanya: Wahai
Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di
rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai
pakaian yang tipis. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis, namun ia
mensifati (menggambarkan lekuk tubuh). [11]
Atsar di atas
menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati dan menggambarkan
lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis (transparan) itu lebih parah
daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal). Oleh karena itu Aisyah
spernah berkata : "Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan
kulit dan rambut."
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Az-Zawazir
telah menulis bab khusus tentang wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang
masih menampakkan (menggambarkan) warna kulitnya, yang mana hal itu termasuk
dosa besar. Kemudian ia
menyebutkan hadits diatas, lalu berkata : “ Memasukkan perbuatan tersebut
sebagai salah satu dosa besar sudah jelas lantaran perbuatan tersebut di ancam
dengan ancaman yang keras. Lagi pula perbuatan tersebut mudah di fahami
menyerupai laki-laki.[12]
4.Kainnya harus longgar dan tidak ketat.
Usamah bin Zaid berkata :
كساني رسول الله صلى
الله عليه و سلم قبطية كثيفة مما أهداها له دحيه الكلبي فكسوتها إمرأتي فقال
:" ما لك لم تلبس القبطية ؟ قلت :" كسوتها إمرأتي " فقال رسول الله
صلى الله عليه و سلم :" مرها فلتجعل تحتها غلالة لإغني أخاف أن تصف حجم
عظامها"
Pernah Rosulullah memberi
saya baju qibthiyyah yang tebal, hadiah dari Dihyah Al. Kalbi. Baju itu pun
saya pakaikan pada istri saya. Nabi bertanya kepada saya : Mengapa kamu tidak
pernah memakai baju qibthiyyah?, saya menjawab : Baju itu saya pakaikan istri
saya, lalu beliau bersabda : “Perintahkan istrimu agar memakai baju dalam
ketika memakai baju qibthiyyah, karena saya khawatir baju qibthiyyah itu masih
menggambarkan bentuk tulangnya.
Imam Asy-Syaukani berkata : “Hadits ini menunjukkan
wajibnya seorang wanita memakai pakaian yang menutup seluruh badannya dengan
pakaian yang tidak menggambarkan bentuk tubuhnya. Ini menjadi syarat dari
pakaian yang merupakan penutup aurat.[13]
5.Tidak diberi wewangian dan parfum.
Rosulullah bersabda :
أيما إمرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا
من ريحها فهي زانية
Setiap perempuan yang
memakai wewangian, lalu dia lewat dihadapan laki-laki (asing) agar mereka menciumnya,
maka dia adalah pezina. [14]
Rosulullah bersabda :
إذا شهدت إحداكن إلى المسجد فلا تقربن
طيبا
Jika
salah seorang wanita diantara kalian hendak kemesjid, maka janganlah ia sekali-kali
dia memakai wewangian.[15]
Ibnu Daqiq Al-‘Ied berkata: “Hadits
tersebut menunjukkan haramnya wanita memakai wewangian ketika hendak kemasjid,
karena hal itu membangkitkan nafsu birahi laki-laki.
Imam
Al-Haitami berkata: “Keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai
wewangian dan dengan berhias adalah termasuk dosa besar, meskipun suaminya
mengizinkan.
Sebab
munculnya larangan tersebut jelas, karena hal itu akan membangkitkan nafsu
birahi laki-laki. Hal-hal lain yang biasa dilakukan oleh wanita yang di
katagorikan oleh para ulama dapat membangkitkan nafsu adalah: Berpakaian indah,
memakai perhiasan yang mencolok mata, memakai asesoris pakaian, dan berbaurnya
dengan laki-laki.
Syaikh
Al-Albani menyebutkan: “Bila hal itu (memakai wewangian) diharamkan bagi wanita
yang hendak kemasjid, lalu apa hukumnya bagi wanita yang hendak pergi ke pasar
atau tempat keramaian lainnya?. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu lebih haram
dan lebih besar dosanya.[16]
6.Tidak menyerupai laki-laki.
Dari Abu Hurairoh, ia berkata :
لعن
رسول الله صلى الله عليه و سلم الرجل يلبس لبسة المرأة و المرأة تلبس لبسة الرجل
Rosulullah
melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai
pakaian laki-laki.[17].
Abu Dawud juga berkata : Saya pernah
bertanya kepada Imam Ahmad, bolehkah seseorang memakaikan sandal jepit kepada
anak perempuannya ? Dia menjawab, “Tidak boleh, kecuali dia memakainya untuk
berwudhu’. Saya bertanya kalau untuk berhias? Dia menjawab “Tidak boleh”. Saya
bertanya lagi, bagaimana kalau dia mencukur rambutnya ( maksudnya : botak) ?
Dia menjawab “ Tidak boleh “.[18]
Imam Adz-Dzahabi memasukkan
perbuatan ini sebagai dosa besar, dalam kitabnya Al-Kabair beliau
berkata: “Jika seorang wanita memakai pakaian laki-laki, berarti ia telah
menyerupai laki-laki, sehingga ia di laknat oleh Allah dan RosulNya. Laknat
Allah ini bisa juga menimpa suaminya, bila dia membiarkan dan tidak melarang
istrinya melakukan hal seperti itu, karena seorang suami di perintahkan untuk
membimbing istrinya agar senantisa taat kepada Allah dan mencegahnya agar tidak
melakukan perbuatan maksiat.[19]
7.Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.
Allah berfirman :
ولن
ترضى عنك اليهود ولن النصارى حتى تتبع ملتهم قل إن هدى الله هوالهدى ولئن اتبعت
أهواءهم بعد الذي جاءك من العلم مالك من الله من ولي ولا نصير
Orang-orang Yahudi dan
Nasroni tidak akan ridho kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetehuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung dan Penolong bagimu.” [20]
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam :
من تشبه بقوم فهو
منهم
Barang siapa yang
menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”[21]
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
ليس
منا من تشبه لغيرنا
Bukan termasuk golongan
kami orang yang menyerupai selain golongan kami.[22]
Syekh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam kitab Tuhfatul-‘Arus
berkata: “Sesungguhnya tasyabbuh (menyerupai) terhadap orang-orang asing
(Yahudi dan Nasroni) akan menghilangkan kepribadian seseorang dan meleburnya
akstistensi umat. Ini
menunjukkan kelemahan umat tersebut karena yang lemah itu akan mengikuti yang
kuat. Dan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir dalam berpakaian dan
kebiasaan-kebiasaan mereka akan menyeret kita kepada tasyabbuh terhadap
pemikiran dan keyakinan-keyakinan mereka.[23]
8.Bukan merupakan
pakaian syuhroh (untuk mencari popularitas ).
Muhammad Nashiruddin Al-Albani
menjelaskan bahwa yang dimaksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang dipakai
dengan tujuan untuk meraih popularitas ditengah orang banyak. Baik pakain itu
harganya mahal yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan harta dan
perhiasannya, maupun pakaian murahan yang dipakai oleh seseorang untuk
menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya’.”[24]
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda :
من
لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة
Barangsiapa
memakai pakaian untuk mencari ketenaran didunia, maka Allah akan mengenakan
pakaian kehinaan kepadanya pada Hari Kiamat kemudian membakarnya dengan api
neraka. [25]
Imam Asy-Syaukani berkata : “Hadits ini menunjukkan
haramnya pakaian syuhroh, dan termasuk didalamnya adalah memakai pakaian yang
menyelisihi orang-orang fakir supaya orang-orang fakir itu melihat padanya
dengan ta’ajub disebabkan pakaianya tersebut, sehingga mereka menghormatinya.”[26]
9.Cadar ( Niqab )
Para Ulama berbeda pendapat berkenaan dengan hukum cadar.
Sebagiaan menyatakan hukumnya wajib, ada yang mengatakan sunnah, bahkan ada
yang berpendapat bahwa cadar adalah perbuatan bid’ah dan sikap berlebih-lebihan
dalam dien. Pendapat ketiga adalah pendapat bathil yang tidak memiliki landasan
syar’i.
Adapun dua pendapat pertama (yaitu antara yang mewajibkan
dan mensunnahkannya), disini akan kami kemukakan beberapa dalil yang di jadikan
pijakan oleh para Ulama, dari masing-masing pendapat.[27]
Dalil-dalil
yang mewajibkan cadar.
Allah
berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن .....
Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari
mereka. [28]
Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan perhiasan yang biasa
nampak dari wanita adalah: “pakaian.”
Dengan demikian yang boleh nampak
dari wanita hanyalah pakaian, karena memang tidak mungkin di sembunyikan.
Allah
berfirman :
ياأيها
النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن
يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. [29]
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata: Allah
memerintahkan kepada istri-istri kaum mukmin, jika mereka keluar rumah untuk
suatu keperluan hendaklah mereka menutupi wajah mereka dengan jilbab dari
kepala mereka hingga menampakkan satu mata saja.
Abu ‘Ubaidah As-Salmani dan lainnya memperaktekkan cara
mengulurkan jibab itu dengan selendangnya, yaitu menjadikannya sebagai
kerudung, lalu dia menutupi hidung dan matanya sebelah kiri, dan menampakkan
matanya sebelah kanan. Lalu dia mengulurkan selendangnya dari atas kepala
sehingga dekat kealisnya, atau diatas alis.
Imam As-Suyuthi berkata: Ayat hijab ini berlaku bagi
seluruh wanita, didalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan
wajah bagi wanita.
Syaikh Bakar bin Abu Zaid berkata: Perintah mengulurkan
jilbab ini meliputi menutup wajah berdasarkan beberapa dalil :
1. Makna jilbab dalam
bahasa Arab adalah : Pakaian longgar yang menutupi seluruh badan. Dan seorang
wanita wajib memakai jilbab itu pada pakaian luarnya dari ujung kepalanya turun
sampai menutupi wajahnya, segala perhiasannya dan seluruh badannya sampai
menutupi kedua ujung kakinya.
2. Yang biasa nampak pada
sebagian wanita jahiliyyah adalah wajah mereka. Maka Allah perintahkan
istri-istri dan anak-anak perempuan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam serta
istri-istri orang mukmin untuk mengulurkan jilbabnya ketubuh mereka. Kata idna
yang ditambahkan huruf ‘ala mengandung makna mengulurkan dari
atas. Maka jilbab itu diulurkan dari atas kepala menutupi wajah dan badan.
3. Menutupi wajah, baju
dan perhiasan dengan jilbab itulah yang difahami oleh wanita-wanita Shahabat.
4. Dalam firman Allah : Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah intuk dikenal, dan karena itu mereka
tidak diganggu. “Menutup wajah wanita merupakan tanda bahwa wanita tersebut
adalah wanita baik-baik, dengan demikian tidak diganggu. Demikian juga jika
wanita menutupi wajahnya, maka laki-laki yang rakus tidak akan berkeinginan
untuk membuka anggota tubuhnya yang lain. Maka membuka wajah bagi wanita merupakan sasaran
gangguan dari laki-laki jahat. Dan dengan menutupi wajahnya, seorang wanita
tidak akan memikat dan menggoda laki-laki sehingga dia tidak akan diganggu.
5. Aisyah berkata :
Para pengendara kendaraan biasa melewati kami disaat kami (para wanita)
berihram bersama-sama Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Maka jika mereka
mendekati kami, salah seorang dari kami
menurunkan jilbabnya dari kepalanya pada wajahnya. Jika mereka telah melewati
kami, kami membuka wajah. [30]
6. Asma’ binti Abu Bakar berkata: Kami menutupi wajah kami dari laki-laki,
dan kami menyisir rambut sebelum itu disaat ihram. [31]
Ini menunjukkan bahwa menutup wajah bagi wanita sudah merupakan kebiasaan
para waniata Shahabat.
Allah
berfirman :
وليضربن
بخمورهن على جيوبهن .....
Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khumur) mereka kedada (dan leher)
mereka. [32]
Syaikh Al-Utsaimin berkata :Berdasarkan
ayat ini wanita wajib menutupi dada dan lehernya. Kalau menutupi dada dan
lehernya saja wajib, maka menutup wajah lebih wajib lagi karena wajah adalah
tempat kecantikan dan godaan. Bagaimana mungkin agama yang bijaksana ini
memerintahkan wanita menutupi dada dan lehernya, tetapi membolehkan membuka
wajah.
Allah
berfirman :
ولايضربن بأرجلهن ليعلم مايخفين من
زينتهن
Artinya : Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. [33]
Allah melarang wanita menghentakkan
kakinya agar diketahui perhiasannya yang dia sembunyikan, seperti gelang kaki
dan sebagainya. Hal ini kerena di khawatirkan laki-laki akan tergoda gara-gara
mendengar suara gelang kakinya dan semacamnya. Maka godaan yang ditimbulkan
karena memandang wajah wanita cantik, lebih besar daripada sekedar mendengar
suara gelang kaki wanita. Sehingga wajah wanita lebih pantas untuk ditutup
untuk menghindarkan kemaksiatan.
Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata :
“Mudah-mudahan Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin, dimana ketika turun
ayat : Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada (keleher) mereka
( S. An-Nuur : 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung
dengannya.[34]
Ibnu Hajar berkata :Perkataan “lalu
mereka berkerudung dengannya“, maknanya adalah mereka menutupi wajah mereka.
Inilah ringkasan dalil-dalil para
Ulama’ yang mewajibkan hijab. Dan diantara para Ulama zaman ini yang merajihkan
pendapat ini (mewajibkan cadar) adalah Syeikh Muhammad As-Sinqithi, Syeikh
Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Syeikh Abdullah bin
Jarullah bin Ibrohim Al-Jarullah, Syeikh Bakar Abu Zaid, Syeikh Musthofa
Al-Adawi dan para Ulama lainnya.
Dalil-dalil
yang tidak mewajibkan cadar.
Allah
berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن
Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. [35]
Tentang perhiasan yang biasa nampak,
Ibnu Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan.
Berdasarkan penafsiran Shahabat ini
jelas bahwa wajah dan telapak tangan wanita boleh kelihatan, sehingga bukan
merupakan aurat yang wajib di tutup.
Allah
berfirman :
وليضربن
بخمورهن على جيوبهن
Dan
hendaklah mereka menutup kain kudung kedada (keleher) mereka.[36]
Ibnu Hazm Rahimahullahu berkata :Allah
Ta’ala memerintahkan para wanita menutup khimar (kerudung) pada belahan-belahan
baju (dada dan lehernya), maka ini merupakan nash untuk menutupi aurat, leher
dan dada. Dalam ayat ini juga terdapat nash bolehnya membuka wajah, tidak
mungkin selain itu.
Rosulullah bersabda kepada Ali
Radhiyallahu 'Anhu :
Wahai
Ali, janganlah engkau turutkan pandangan (pertama) dengan pandangan (kedua),
karena engkau berhak pada pandangan pertama, tetapi tidak berhak pada pandangan
kedua. [37]
Jarir bin Abdullah berkata :
Aku
bertanya kepada Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pandangan
tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau bersabda : “Palingkan pandanganmu “.[38]
Al-Qodhi ‘Iyadh berkata: Dalam hadis
diatas terdapat hujjah bahwa wanita tidak wajib menutup wajahnya dijalan,
tetapi hal itu adalah sunnah yang disukai. Dan yang wajib bagi laki-laki ialah
menahan pandangan dari wanita dalam segala keadaan, kecuali untuk tujuan yang
syar’i. Hal itu di sebutkan oleh Imam An- Nawawi dan beliau tidak menambahinya.
Jabir
bin Abdullah berkata: “Aku menghadiri shalat hari ‘ied bersama Rosulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah,
dengan tanpa adzan dan iqomat. Kemudian beliau bersandar pada Bilal, maka
beliau memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah dan mendorong untuk
mentaatiNya. Beliau menasehati dan mengingatkan orang banyak. Kemudian beliau
berlalu sampai mendatangi para wanita, lalu beliau menasehati dan mengingatkan
mereka. Beliau bersabda: “Hendaklah kalian bersedekah, karena mayoritas kalian
adalah bahan bakar neraka jahannam. Maka berdirilah seorang wanita dari
tengah-tengah mereka, yang pipinya merah kehitam-hitaman, lalu bertanya,
“Mengapa demikian wahai Rosulullah?”. Beliau bersabda: “Karena kalian banyak mengeluh dan mengingkari (kebaikan)
suami.” Maka para wanita itu mulai bersedekah dengan perhiasan mereka, yang
berupa giwang dan cincin, mereka melemparkan pada kain Bilal. [39]
Hadits ini jelas menunjukkan wajah
wanita bukan aurat, yakni bolehnya wanita membuka wajah. Sebab jika tidak,
pastilah Jabir tidak dapat menyebutkan bahwa wanita itu pipinya merah
kehitam-hitaman.
Ibnu Abbas berkata : Rosulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam memboncengkan Al-Fadhl bin Abbas……kemudian beliau
berhenti memberi fatwa kepada orang banyak. Datanglah seorang wanita yang
cantik dari suku Khats’am dan meminta fatwa kepada Rosulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam. Mulailah Al-Fadhl melihat wanita tersebut, dan kecantikannya
mengagumkannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun berpaling, tetapi
Al-Fadhl tetap melihatnya. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memundurkan
tangannya dan memegang dagu Al-Fadhl, kemudian beliau memalingkan wajah
Al-Fadhl dari melihatnya……. [40]
Ibnu Hazm Rohimahullah berkata :
“Seandainya wajah wanita merupakan aurat yang wajib ditutupi, tidaklah beliau
Shallallahu 'Alaihi Wasallam membenarkan wanita tersebut membuka wajahnya
dihadapan orang banyak. Pastilah Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
memerintahkan wanita itu untuk menurunkan (jilbabnya) dari atas (kepala untuk
menutupi wajah). Dan seandainya wajahnya tertutup, tentulah Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'Anhu tidak mengetahui wanita itu cantik atau buruk.”
Maka hadits ini menunjukkan bahwa
cadar tidaklah wajib bagi wanita, walaupun dia memiliki wajah yang cantik,
tetapi hukumnya adalah disukai (sunnah).
Al-‘Alamah Al-Albani berkata :
Anggapan terjadinya Ijma’ tentang wajah dan telapak tangan merupakan aurat yang
wajib ditutup, tidaklah benar. Bahkan telah terjadi perselisihan diantara
Ulama. Pendapat tiga Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’I),
menyatakan bukan sebagai aurat. Ini juga merupakan satu riwayat dari Imam Ahmad.
Diantara Ulama besar madzhab Imam Hanbali yang menguatkan pendapat ini ialah
dua Imam, yakni Ibnu Qudamah dan Imam Ibnu Muflih. Ibnu Qudamah Rohimahullah
berkata dalam Al. Mughni: “Karena kebutuhan dalam rangka jual beli terkadang
mendorong seseorang untuk membuka wajahnya, demikian juga membuka telapak
tangan untuk mengambil dan memberi.
Inilah ringkasan dalil-dalil para
Ulama’ yang tidak mewajibkan cadar. Sehingga dapat disimpulkan : “Dalil- dalil
yang disebutkan oleh para Ulama’ yang mewajibkan cadar begitu kuat, menunjukkan
kewajiban wanita untuk berhijab (menutup wajah) dan berjilbab serta menutupi
perhiasannya secara umum. Dalil-dalil yang disebutkan oleh para Ulama’ yang
tidak mewajibkan cadar begitu kuat, menunjukkan wajah dan telapak tangan wanita,
bukan aurat yang wajib ditutup. ” Wallahu A’lam.
Demikianlah diantara kriteria pakaian
muslim dan muslimah yang disebutkan oleh para Ulama berdasarkan dalil-dalil
dari Al Qur’an dan As Sunnah.
[1] QS. An. Nuur : 31
[2] QS. Al. Ahzab : 59
[3]. Tafsir Ibnu Katsir, Juz III hal : 266.
[4]. Tafsir Jami’ul Bayan, Juz X hal : 142-143.
[5] QS. Al. Ahzab : 33
[6] HR. Al Hakim dan Ahmad
[7]. Jilbab Mar’atil Muslimah, hal : 142.
[8]. Ibid, hal : 144.
[9] At-Thabrani dalam
Al-Mujam As-Shaghir hal. 232; Hadits lain tersebut dikeluarkan oleh Muslim dari
riwayat Abu Hurairah. Lihat Al-HAdits As-Shahihah no.
1326
[10] Dikutip oleh As-Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik III/103
[12]. Ibid, hal : 153.
34. Nailul Author, Juz II hal : 115.
[14] HR. An. Nasa’I, Abu Dawud, Ahmad, At. Tirmidzi dan Al. Hakim
[18]. Ibid, hal: 179.
[19] Al. Kaba’ir, hal : 67.
[20] QS. Al Baqarah:120
[21] HR. Abu Daud dan Ahmad
[22] HR At Tirmidzi dan dihasan kan oleh Al Albani
[23] Tuhfatul Arus.Hal 366.
[24] Jilbab Mar’ah Muslimah.Hal 257.
[25] HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad
[26] Nailul Author Juz II Hal 111.
[27] Masalah ini kami nukil dari “ Majalah
As-Sunnah “ edisi 05 dan 06 / VI / 1423 H - 2003 M.
[29] QS. Al. Ahzab : 59
Posting Komentar